Oleh: Zinnurraeni
(Sekretaris Bidang Perempuan PK KAMMI Tarbiyah)
ERANTB.COM – OPINI- Tidak dapat di pungkiri belakangan ini wacana kesetaraan gender di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam satu dekade terakhir. Tidak hanya terkait wacana kesetaraan gender, tetapi juga wacana emansipasi agar perempuan memperoleh hak-haknya. Seperti yang kita ketahui bahwa Islam memiliki persefektif penghormatan kepada perempuan. Posisi dan peran perempuan sangatlah strategis, baik dalam keluarga maupun dalam bangsa dan negara. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW menyatakan bahwa “Perempuan adalah tiang negara. Jika baik perempuannya maka baik negaranya dan jika rusak perempuannya maka rusak pula negaranya”. Oleh karena itu peran perempuan menjadi sangatlah penting. Perempuan saat ini mengalami berbagai tantangan. Tantangan tersebut diantaranya adalah tantangan westernisasi dan juga tantangan sekularisasi. Westernisasi adalah gerakan yang mendorong kaum muslimin untuk menerima seluruh pemikiran barat, sedangkan sekularisasi adalah berusaha membebaskan manusia dari pengaruh agama dan metafisik yang mengontrol logika dan bahasa mereka.
Feminisme merupakan istilah yang sering di gunakan untuk menguraikan gerakan perempuan yang berhubungan dengan politik, budaya, dan ekonomi. Tujuan dari gerakan feminisme adalah untuk membangun persamaan hak, kepentingan perlindungan dan juga perlindungan yang legal bagi perempuan. Feminis mencakup teori-teori politik, sosiologis, falsafah, yang menumpuk pembahasannya kepada isu-isu perbedaan gender. Feminisme juga adalah faham yang bermula dari gerakan sekelompok aktivis yang memperjuangkan hak-hak perempuan di barat, kemudian lambat laun pergerakan ini mendapat sambutan luas dan menjadi ideologi yang mengakar dalam masyarakat hingga menjelma menjadi sebuah di siplin akademik khusus di universitas. Dan di kenal dengan ‘women studies’. Feminisme juga berarti suatu cara bagaimana melihat dunia, dimana perempuan melihat dari perspektif perempuan. Feminisme menumpukkan pada konsep patriarki yang dimaknai sebagai sistem kekuasaan laki-laki yang menindas perempuan melalui lembaga sosial, politik, dan ekonomi. Maka tidak heran apabila aktivis Prancis, Nelly Roussel mengasumsikan bahwa semua perempuan memiliki pengalaman yang sama di bawah patriarki. pada tahun 1904 beliau mengatakan tidak ada lagi kelas Istimewa atas penguasa kelas diantara kaum perempuan.
Faktor penting yang melatar belakangi munculnya feminisme ini adalah faktor agama. Feminisme menuduh ajaran agama sebagai ajaran anti terhadap perempuan berakar umbi dari kitab suci. Beberapa contohnya seperti teks Bibel yang mengatakan “susah payahmu mengandung akan ku buat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anak; namun engkau akan berakhir kepada suamimu & ia akan berkuasa atasmu” kajian 3 : 16. Contoh lainnya yaitu pandangan tokoh gereja yang mengatakan “Perempuan adalah sumber dosa (tulisan 150 M), Bapak gereja) wanita= setan, kejahatan dan bencana yang abadi menarik (st. Jhon crysostom,345-407M.(Bapak gereja yunani). Perempuan = laki-laki cacat. (T. Aquinas). Akhirnya feminisme menganggap semua kutab suci & agama menindas perempuan.
Faktor lainnya adalah adanya doktrin gereja lainnya yang menentang kodrat manusia dan memberatkan kaum perempuan adalah Menganggap hubungan seksual antara laki-laki dn perempuan adapah peristiwa kotor walaupun mereka sudah dalam keadaan ikatan pernikahan yang sah. Hal ini berimplikasi bahwa menghindari pernikahan adalah simbol kesucian dan kemurniaan serta ketinggian moral. Jika seseorang laki-laki menginginkan hidup dalam lingkungan agama yang bersih dan murni, laki-laki tersebut tidak di perbolehkan menikah atau mereka harus berpisah dari istrinya, mengasingkan diri dan berpantang melakukan hubungan badan.
Maka dari itu jelaslah, Feminis ini lahir sebagai bentuk kemarahan perempuan barat karena ketidakadilan yang di peroleh. Penindasan terhadap perempuan barat di bawah pemerintahan gereja membuat suara-suara perempuan yang menginginkan kebebasan semakin menggema di mana-mana. Perempuan barat menjadi makhluk lemah dan tidak berdaya di lihat dari seluruh aspek kehidupan. Hal itulah yang kemudian mendorong para perempuan di barat bergerak untuk mendapatkan kembali hak individu dan hak sipil mereka yang terampas selama ratusan tahun. Namun kondisi penindasan yang di alami oleh para perempuan di barat tidaklah sama dengan yang terjadi di Indonesia. Masyarakat khususnya (wanita) di Indonesia tidak mengalami ketertindasan seperti yang di alami seperti latarbelakang kemunculan gerakan feminisme. Sehingga dalam pandangan masyarakat indonesia yang menjunjung tinggi nilai agama dan mayoritas masyarakat indonesia adalah beragama Islam tentu nilai-nilai dari barat tidak dapat begitu saja dapat di paksakan untuk di terapkan di Indonesia. Sebab Indonesia memiliki kearifan lokal, budaya ketimuran, dan keyakinan terhadap agama khususnya dalam Islam perempuan memiliki peran dan kedudukan yang sangat mulia yang di torekkan dalamAl-Qur’an dan Hadist.