ERANTB.COM– Di dalam agama Islam, menyandang profesi sebagai seorang guru sangat amatlah mulia dan terhormat. Banyak ayat Al-Quran maupun hadits nabi yang menyatakan hal tersebut. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat mulia Abu Ad-Darda’ R.A. berikut ini.
Bahwasanya Abu Darda’ mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah Swt. akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang diperbuatnya. Dan bahwasanya penghuni langit dan bumi serta ikan yang ada dilautan itu senantiasa memintakan ampun kepada orang yang ‘alim (berilmu). Keutamaan orang ‘alim (berilmu) terhadap orang ‘abid (ahli ibadah) bagaikan keutamaan bulan purnama terhadap bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan bahwasanya para nabi tidak akan mewariskan dinar dan dirham (kekayaan duniawi) tetapi para nabi mewariskan ilmu pengetahuan, maka barang siapa yang mununtut ilmu darinya, maka dia telah mengambil bagian yang sempurna.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Begitu besar keutamaan orang-orang yang berilmu (guru) dan orang-orang yang terus menambah pengetahuannya (Pelajar). Mulai dari dia akan dinaungi sayap malaikat, didoakan oleh semua makhluk Allah Swt., baik yang ada di langit, darat, bahkan ikan di lautan, kemudian menjadi pewaris para nabi.
Salah satu keutamaan bagi orang yang ‘alim (berilmu/guru) berdasarkan hadits tersebut adalah: Bahwa semua penghuni langit, bumi, serta ikan di lautan akan memintakannya ampun kepada Allah Swt.
MasyaAllah bisa kita bayangkan berapa juta, milyar, bahkan triliun makhluk Allah Swt. yang memintakan ampun bagi orang-orang yang berilmu tersebut. Sebagai gambaran kecil berapa banyak makhluk Allah Swt. yang memintakan orang berilmu (guru) itu ampunan adalah dengan mengetahui berapa jumlah ikan di lautan. Namun demikian, jumlah ikan di lautan sangat amatlah banyak. Setiap hari ikan-ikan di lautan ditangkap oleh para nelayan. Namun tidak kunjung habis. Sehingga bisa kita bayangkan betapa mulianya para guru yang senantiasa dimintakan ampun oleh semua makhluk di langit, di darat, bahkan ikan di dalam lautan.
Bahkan Ali R. A. pernah menyatakan,
“Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya. Jika ia mau ia bisa menjualku dan memerdekakanku.”
Demikianlah beberapa kemuliaan dari sekian banyak keutamaan orang-orang yang berilmu atau menjadi guru. Namun, ironisnya kemuliaan yang diperoleh tersebut tidak berbanding lurus dengan apa yang dialami oleh rekan-rekan yang menjadi guru honorer di negeri ini. Ada semacam ketimpangan perlakuan dalam penyejahteraan bagi guru honorer dibandingkan dengan guru ASN. Sering kali, jumlah beban kerja/ jam mengajarnya sama, namun penyejahteraan (penggajian) berbeda, yaitu gaji guru honorer jauh di bawah guru ASN. Dan yang lebih parah lagi, jumlah beban kerja/ jam mengajar guru honorer jauh lebih banyak dari guru ASN, tapi gaji mereka (guru honorer) jauh lebih rendah dari guru ASN. Bahkan, jika guru ASN menerima gaji setiap bulan dan ditambah gaji 13. Namun, bagi guru honorer di sekolah negeri, tidak jarang menerima gaji per triwulan (tiga bulan sekali).
Dilansir dari kompas, bahwasanya ada 9 guru honorer di SMPN 3 Waigete, Kabupaten Sikka, Flores yang harus rela dan ikhlas digaji dengan jumlah gaji yang jauh dari kata cukup. Yaitu mereka digaji sejumlah Rp.85.000 per bulannya. Padahal untuk bisa sampai ke tempat mengajar , yaitu SMPN 3 Waigete mereka harus menempuh jarak yang tidak dekat. Yakni mereka harus menempuh jarak 6 kilometer dengan berjalan kaki atau tanpa menggunakan kendaraan. Selain itu, rumah mereka juga belum dialiri listrik sama sekali. Namun, di tengah keterbatasan itu, semangat mereka unuk mengajar tidak pernah padam. Setiap hari mereka tetap berangkat ke sekolah meski terkadang gaji dengan jumlah yang sangat sedikit itu pun kerap kali telat dibayarkan.
Permasalahan mengenai gaji guru honorer pada tahun ke-76 dari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ini juga dialami oleh rekan-rekan guru honorer di provinsi Papua. Dikutip dari Papua.go.id, ada ribuan guru honorer, baik di SMA maupun SMK Papua yang mendapatkan gaji yang tidak layak. Mereka hanya menerima gaji sejumlah Rp. 300.000 dan itu pun dibayarkan setiap tiga bulan sekali. Dan lebih parahnya lagi, banyak guru yang mengalami keterlambatan penerimaan gaji tersebut.
Hal ini tentu sangat memprihatinkan dan sangat mengiris hati kita. Padahal tonggak kemajuan bangsa ini berada di pundak para guru, baik guru honorer maupun ASN. Namun, jika kesejahteraan mereka sudah dibedakan, tentu akan membuat ketidakmaksimalan hasil kerja mereka. Karena terkadang, tidak sedikit guru honorer yang harus menggunakan waktu selesai mengajarnya untuk mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Hal ini tentu akan berdampak kepada persiapan mengajar, kegiatan mengajar, serta hasil mengajar mereka. Meskipun nyatanya, tidak sedikit sekolah swasta (guru/ tenaga pendidiknya non ASN) yang mengungguli sekolah negeri (guru/ tenaga pendidiknya ASN).
Begitulah ironi menjadi guru honorer. Nasibmu tidak seindah falsafah hidupmu. Bergelar PAHLAWAN tapi TIDAK KUNJUNG MERDEKA, meskipun telah 76 (tujuh puluh enam) tahun merdeka.
Oleh karena itu, mari sejahterakan semua guru. Karena mereka tetaplah seorang guru yang menyandang mahkota kemuliaan, yang menanamkan nilai-nilai luhur di dalam hati kita (anak didiknya). Karena mereka pewaris para nabi.
Hormat kami kepadamu para guru. Dan doa kami akan selalu menyertai setiap langkahmu dalam mengajarkan cahaya ilmu yang telah menyinari semua bagian kehidupanmu, kehidupan kami (murid-muridmu), dan juga menyinari bangsa ini dari penjajahan kebodohan.
Oleh : Sibawaeh (Guru SMP It Cendekia)
Editor : M.Gazwan