Menu

Mode Gelap
 

Ekonomi · 11 Mei 2020 01:42 WITA ·

Krisis Covid 19, Momentum Swasembada Pangan Melalui Entrepreneurship Gotong Royong


 Krisis Covid 19, Momentum Swasembada Pangan Melalui Entrepreneurship Gotong Royong Perbesar

Oleh Iksan Imanuddin (Ketua Bidang Kepemudaan DPD PKS Sumbawa, Koordinator Pusat BEM NTB Raya 2012/2013)

ERANTB.COM — Pandemi Covid 19 telah menjadi masalah kesehatan manusia di seluruh Dunia, berdasarkan data World Health Organitation (WHO) per hari ini Senin (11/05) telah tercatat 4.178.154 cases di seluruh dunia dengan jumlah yang sembuh 1.490.444 dan 283.734 kasus kematian. Begitu pula di Indonesia dengan total Cases 14.032 dengan jumlah yang sembuh 2.698 yang meninggal 973 Kasus. Sementara NTB sendiri total 331 Postif, dengan  jumlah yang sembuh 106 Orang dan meninggal 6 Orang.

Masalah yang ditimbulkan oleh Pandemi Covid 19 ini, semula menyerang kesehatan namun lambat tapi pasti, telah melahirkan masalah kedua yang cukup berat yakni masalah ekonomi, baik rumah tangga, swasta, dan pemerintah. Sebagai akibat dari aktifitas manusia yang melambat dan terbatas. Pekerja di PHK karena permintaan pasar terhadap produk industri menurun drastis sebagai akibat dari menurunnya daya beli masyarakat, ojek sepi penumpang, dan lainnya. Tentu menyebabkan peningkatan angka pengangguran yang cukup tinggi yang akan berimbas kepada segenap lapisan masyarakat dan struktur pemerintahan dari pusat sampai ke desa.

Namun di dalam krisis ini, penulis melihat momentum bagi kita masyarakat dan daerah, agar bisa survive dengan krisis dan ketika pandemi ini berakhir, masyarakat lahir dengan energi baru dan bisa lansung berlari dengan kaki sendiri.

Teringat ketika terjadi kerusuhan sumbawa pada hari ulang Tahun Sumbawa era Pemerintahan Jamaludin Malik, 22 Januari 2012. Penulis banyak bergulat dengan kondisi tersebut oleh sebagai Presiden Mahasiswa UNSA yang memimpin Aksi Demonstrasi Ribuan Mahasiswa, sehingga terlibat diskusi cukup serius dengan banyak tokoh-tokoh sumbawa yang hampir semua pada kesimpulan yang sama. Kerusuhan sosial ini, lahir dari kecemburuan sosial terhadap pengusaan ekonomi yang tidak berimbang, di mana masyarakat lokal seperti menjadi tamu di kampungnya sendiri. Akar kultur masyarakat kita yang merupakan petani dan berburu, menjadikan perdagangan dan pasar luput dari perhatian masyarakat, sehingga bahkan sampai tahun 2000-an pun, masyarakat sumbawa masih menjadikan perdagangan sebagai pekerjaan kelas rendahan. Ada rasa kurang percaya diri bagi masyarakat Sumbawa, untuk berprofesi sebagai pedagang, sehingga kondisi ini menjadi kesempatan emas bagi pendatang dari berbagai daerah dan negara lain dan kini mereka sudah menjadi tau samawa.

Pembatasan Sosial berskala besar dan penghentian sementara layanan bandara dan pelabuhan laut bisa menjadi efek kejut bagi daerah dan masyarakat, agar mengawinkan antara budaya kolonial (pekerja keras, petani, peternak) dan milenial (kolaboratif, menguasai teknologi dan informasi, dll) untuk mengusai suplai pangan, terutama bagi kita di sumbawa yang kebutuhan pangannya sangat bergantung dengan daerah lain. Meskipun saat ini kita menghadapi persoalan penurunan daya beli masyarakat, namun saat ini adalah momentum konsolidasi sumber daya manusia dan potensi alam kita. Bagaimana menjadikan Pemuda dan masyarakat yang menyediakan sendiri kebutuhan pangan berbasis entrepreneur, seperti; sayur-sayuran, ikan nila, lele, telur, ayam, kambing, pepaya, pisang, dan lainnya sehingga sebagian besar isi pasar kita kedepan adalah hasil alam dan tangan kita sendiri.

Krisis menyebabkan terjadi limpahan tenaga kerja dan juga jatuhnya ego masyarakat untuk bisa survive dengan keadaan terhadap pilihan profesi, sehingga akan lebih mudah untuk dikonsolidasikan.

Pemerintah mesti turun dengan segala infrastruktur kekuasaan yang dimiliki; penyuluh, pemerintah desa, bank, pasar, pelaku usaha, bumdes dan lainnya. Kelompokkan para pemuda dan masyarakat berdasarkan keahliannya, minta mereka menanam atau beternak dengan komoditas yang sama 50 – 100 orang setiap jenis tanaman atau ternak. Pengelompokkan ini agar bisa mengatur waktu tanam dan panennya sehingga mereka bisa mensuplay pasar secara kontinyu dengan kualitas dan kuantitas yang sama, kebutuhan obat-batan, bibit, sarana prasarana bisa ditekan dan lebih murah. Agar penyuluh bisa melakukan pembinaan secara intensif, modal juga lebih tepat sasaran dan terjadi sharing yang cukup intens karena usaha masing-masing orang bergantung dari keberhasilan temannya sehingga proses trial and error menjadi cukup cepat dan singkat.

Lalu dengan alasan Covid 19 ini, bisa menjadi dalih bagi daerah untuk mengendalikan kebutuhan daerah terhadap pangan dari kiriman daerah lain. Sehingga pangan yang dihasilkan oleh masyarakat dapat terserap oleh pasar. Karena permasalahan yang dihadapi oleh intrepreneur pemula kita pada umumnya, mereka mampu memproduksi suatu komoditas dalam satu waktu dalam jumlah besar namun tak mampu menyuplai baik dari segi kualitas dan kuantitas kebutuhan pasar secara terus menerus oleh karena keterbatasan modal, tenaga dan produksi mereka. Sementara pedagang di pasar butuh kepastian dan kuantitas suplai dan harga yang kontinyu dan stabil. Masalah ini bisa diatasi jika dilakukan secara bergotong royong.

Misalnya kelompok Sayur tersebar di kawasan yang masih bagus suplai airnya bahkan daerah keringpun namun punya sumber mata air, dengan memanfaatkan sedikit sentuhan teknologi siram tetes atau teknik lainnya. Kemudian kelompok ini mengatur siapa kapan panen dan distribusi ke pasar mana dan pedagang keliling wilayah mana. Begitu juga ikan nila misalnya, pembudidaya diatur kapan masuk bibit dan panennya. Hal ini juga berlaku untuk komoditas seperti pepaya, pisang, telur, dan kebutuhan pangan lainnya. Disinilah Koperasi dan Bumdes bisa menjadi marketplace off line dan on line yang ikut menemukan pasar bagi hasil usaha masyarakat. Kemudian untuk menghadapi kelebihan ataupun kekurangan daya serap pasar, komoditas tersebut dikawinkan dengan program industrialisasi yang dicanangkan oleh Gubernur NTB untuk meningkatkan nilainya dari tadinya pepaya yang dijual mentah kemudian menjadi kripik pepaya misalnya, atau berbagai makanan olahan yang tahan lama dan bernilai lebih sehingga bisa dipasarkan ke yang lebih luas.

Penulis banyak berdiskusi dengan pemuda di desa dan kota. Terhadap semangat generasi muda sumbawa untuk siap terjun menjadi entrepreneur. Namun kita berada di kota kecil yang tentu berkorelasi terhadap jumlah konsumen atau daya serap pasar dan persaingan dari komoditas pangan dari daerah lain, sehingga banyak dari mereka tumbang dengan tanpa dukungan dari kebijakan dan belum terakses terhadap pasar. Maka krisis Covid 19 ini, bisa menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk melakukan swasembada pangan melalui entrepreneurship gotong royong.

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Kerjasama Tri Dharma Perguruan Tinggi dan Penguatan Ekonomi Syariah, Fakultas Teknik Unsa dan Koperasi Syariah BMT Insan Samawa tanda tangan MoU

28 November 2023 - 17:03 WITA

Safari dan Bazar Ramadhan di Kota Mataram, Ini Pesan Penting Gubernur NTB

15 April 2023 - 13:53 WITA

Kadis Perindustrian Melakukan Pendampingan Visitasi Dan Pemantauan Pembangunan Smelter PT AMMAN Mineral Nusa Tenggara

24 Maret 2023 - 14:18 WITA

KAMMI NTB Dorong Tiga Ikon Industri NTB Bawa Produktifitas & Efek Penggada Ekonomi Masyarakat

22 Februari 2023 - 06:48 WITA

Flocus, KRAF dan Mitra Laksanakan MOU, Bangun Ekonomi Masyarakat dengan Kapuk

31 Oktober 2022 - 06:48 WITA

Scoot Airlines Buka Penerbangan Langsung Lombok – Singapura

18 Oktober 2022 - 18:54 WITA

Trending di Ekonomi