oleh Ubaydullah (Ketua Umum PW PDRI NTB & Staf Pengajar UNSA)
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaiman telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa” (Q.S Al Baqarah: 183)
Bulan Ramadhan kali ini tentu berbeda dengan bulan Ramadhan sebelumnya. Bulan ramadhan tahun ini berada dalam nuansa tersendiri, dimana kita semua di tuntut untuk ibadah di rumah, belajar di rumah, dan kerja di rumah (stay at home).
Bahkan pelarangan mudik atau pulang kampung diberlakukan oleh pemerintah. Ini dilakukan atas instruksi pemerintah (umarah) dan hasil musyawarah ulama, hal ini tidak hanya berlaku di Indoensia saja, tapi di seantero dunia.
Hal ini dilakukan atas dasar adanya musibah covid 19 atau corona yang hampir lima bulan telah melanda seluruh belahan dunia. Parahanya Covi 19 atau Corona ini tidak mengenal agama, budaya, bangsa, latar sosial, status sosial, melainkan semua orang yang berpotensi mendapatkan penuluran dari virus ini.
Orang yang terjangkit disebabkan oleh ion atau stamina tubuh yang kurang atau lema. Wabah pandemi covid 19 ini telah merubah tatanan kehidupan manusia. Betapa dahsyatnya wabah ini semua planning manusia banyak yang berubah dan dicencel.
Berbaai langkah dilakukan oleh pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19 ini seperti sosial distancing, pisycal distancing, lockdown, dan karatina. Begitu juga kita dituntut untuk stay at home (belajar di rumah), belajar di rumah, dan ibadah di rumah. Semua langkah ini tujuannya adalah untuk memotong mata rantai penyebaran virus covid 19.
Berangkat dari situasi dan kondisi tersebut, rasa sedih, gunda, gulana, dan khawatir datang menerpa batin kita, karena pelaksanaan ibadah dibulan mulia ini tidak bisa kita laksanakan seperti biasanya. Seperti shalat taraweh di masjid, tadurus bersama, dan buka puasa bersama.
Nuansa romantika dalam beribada seolah-olah telah hilang entah kemana. Tentu kondisi ini tidak membuat kita berkecil hati untuk tidak beribadah dengan maksimal dibulan, karena dalam hadist nabi dan fatwa para ulama sudah jelas, ketika kondisi dan situasi darurat, maka ibadah yang kita lakukan dimana saja tetap bernilai dihadapan Allah subhnahuwata’ala.
Bukan masalah dimana tempatnya kita ibadah, tapi kualitas ibadah itu yang lebih penting.
Bulan ramadhan ini adalah bulan agung, bulan mulia, belun penuh magfirah yang dikhususkan oleh Allah Swt kepada hambanya untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap kaum muslim yaitu melaksnakan puasa.
Puasa menjadi perisai diri kita, puasa ibadah special yang diberikan Allah Swt kepada setiap hambanya, sehingga kita harus mampu merenggut peluang pahala yang bertebaran di dalamnya.
Beberapa kemulian yang ada dalam bulan suci Ramadhan antara lain; bulan diturunkanya Alqur’an (syahrul qur’an), bulan penuh keberkahan, bulan penuh ampunan, bulan dibukanya pntu surge dan ditutupnya pintu neraka, bulan dilipatgandakannya pahala, adanya malam lailatul qadar, bulan yang doa hambanya dimustajabah. Dalam konteks ini, penulis akan mengelaborasi satu dari sekian keuatamaan tersebut yaitu ramadhan sebagai syahrul qur’an.
Salah satu keutamaan bulan Ramadhan salah satunya adalah bulan Al-Qur’an atau syahrul Qur’an. Diturunkannya Al-Qur’an pada bulan Ramadhan ini menjadi bukti nyata atas kemuliaan dan keutamaan bulan Ramadan.
Allah Swt berfirman yang memiliki arti,”Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk tersebut dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)”. (QS. Al-Baqarah: 185). bersambung ke bagian 2