Penulis : Ubaidillah, M.Pd (Ketua Pemuda Muhammadiyah Sumbawa & Staff Pengajar Universitas Samawa)
ERANTB.COM – Belajar tidak hanya di dalam ruangan tertutup, tidak hanya di satu tempat, tidak hanya di satu jurusan, tetapi dimanapun belajar itu akan berarti ketika mampu menjuktaposisi diri dengan lingkungan dan sikon dimana kita berada”. Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin telah melaksankan amanah konstitusi sebagai presiden dan wakil presisden.
Berbagai policy yang telah diterapakan baik oleh satu kementarian ataupun lintas kementrian telah berhasil walapun dalam pelaksanaan masih banyak hal-hal yang perlu dievaluasi, direvisi, dan disempurnakan. Tetapi fondasi dan formulasi kebijakan yang ada cukup baik dan harus menjadi attensi semua pihak, agar visi – misi yang telah di tetapkan selama lima tahun, berjalan dengan baik dan lancar.
Salah satu visi-misi yang barangkali patut kita apresiasi yaitu dibidang pendidikan. Kebijakan yang sekarang ini telah ditelorkan cukup bagus dan berimplikasi positif bagi dunia pendidikan kita dimasa yang akan datang.
Perlu kiranya penulis jelaskan terkait dengan kebijakan pendidikan yaitu keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk satu kurun waktu tertentu (Tilaar: 2012). Kebijakan pendidikan yang sekarang ini adalah satu model kebijakan atau policy yang mampu merubah paradigm berpikir para pendidik dan peserta didik untuk lebih progresif, inklusif, dan menguhmanisasikan. Sehingga kebijakan merdeka belajar ini mendapat respon positif dari para guru dan siswa.
Kebijakan Merdeka belajar merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Menurut Nadiem Makarim, bahwa dalam konteks merdeka belajar harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem peringkat (ranking) yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat (Wikepedia.com).
Konsep merdeka belajar sebetulnya bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertenu.
Kebijakan merdeka belajar bukan tanpa alasan. Merujuk pada hasil riset PISA tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada siswa Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara. Menyikapi hal itu, pemerintah melalaui Kemendikbudristek pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi, numerasi, survei karakter dan survei lingkungan belajar.
Literasi bukan hanya mengukur kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep di baliknya. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menerapkan konsep numerik dalam kehidupan nyata. Soalnya pun tidak, tetapi membutuhkan penalaran. Satu aspek sisanya, yakni survei karakter, bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa
Beberapa hal yang dapat dipetik dari adanya kebijakan merdeka belajar :
Kebijakan lebih menghumanisasikan guru dan siswa.
Ada kebebasan berpikir dalam menerjemahkan seluruh proses dalam kegiatan belajar mengajar
Guru dan peserta didik lebih terasa rileks dan santai dalam menyampaikan materi ajar.
Guru tidak terlalu terbebani dalam membuat atau menyusun adiministrasi pembelajaran.
Ada kemerdekaan berpikir peserta didik dalam menyikapi materi-materi pelajaran.
Sebuah kebijakan atau program tentu harus didukung oleh anggaran yang maksimal. Anggaran akan mempercepat seluruh program-program yang telah dikonsepkan dengan baik. Kalau kita melihat data terkait anggaran kementrian pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) seperti dilansir oleh media Inodenesian bahwa kementrian telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp56,2 triliun untuk program Merdeka Belajar di 2021. Dari total anggaran anggaran tersebut kurang lebih Rp16 triliun atau 28,53% sudah terserap di semester I tahun 2021.
“Realisasi di bulan Juli 2021 adalah sebesar Rp16.048.294.356.000 atau setara dengan 28,53% dari total alokasi, Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, total alokasi anggaran tahun ini bertambah sekitar Rp20,8 triliun. Di tahun 2020 alokasi anggaran program Merdeka Belajar adalah sebesar Rp35.4 triliun. Dan tercatat realisasi pada 2020 mencapai 90,54% atau sejumlah Rp32,1 triliun.
Kalau dilihat dari postur anggaran pendidikan kita yang cukup fantastis, maka sebuah kemustahilan dunia pendidikan kita tidak bisa maju.
Ketika ditopang oleh anggaran yang banyak dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Begitu pula walapun anggaran banyak, tapi tidak dukung oleh kebijakan yang baik dan SDM yang memumpuni, maka sama tidak berarti.