Menu

Mode Gelap
 

News · 17 Feb 2020 11:22 WITA ·

Revolusi Agraria dan Omnibus Law A La Rasulullah


 Revolusi Agraria dan Omnibus Law A La Rasulullah Perbesar

Amar Ar-Risalah

Dalam Kitab Sirah Ibnu Hisyam, saat Rasulullah berhijrah, datang ke Madinah: Rasulullah membawa ratusan pebisnis muda prospektif dari Makkah, hanya saja, dengan satu masalah:

Ideologi bisnis mereka, membuat disrupsi terjadi di kota asal mereka. Mereka datang bukan sebagai duta, tapi sebagai pengungsi. Di Makkah, terjadi disrupsi besar antara pebisnis tua, dengan cara lama, yang zalim, yang riba, yang menciptakan kemiskinan sebagai jaminan keberlangsungan bisnis; dengan pebisnis generasi muda yang masuk islam, adalab mereka yang muda, cerdas, dan mau mengubah cara bisnis lama.

Lalu, Mush’ab bin Umair yang diutus mengiringi Baiat Aqabah, datang dengan sejumlah data dan disrupsi pula. Bahwa di Madinah, sebagaimana umumnya kota agraris, ada petani-petani kurma dan anggur yang ditindas tengkulak. Ada klan-klan Yahudi pemilik pasar yang mengatur harga.
Bahkan air bagi kepentingan pengairan, dikuasai oleh perorangan.

Sampai-sampai, urusan agraria ini membawa mereka pada perang besar. Perang Bu’ats yang binasakan generasi tua. Usaid bin Hudhair, As’ad bin Zurarah, Sa’ad bin Mu’adz, Abdullah bin Rawahah, adalah generasi baru. Ayah mereka rata-rata gugur dalam perang itu. Mereka rindu perubahan. Mereka haus disrupsi.

Lalu dimulailah disrupsi itu. Antara pemimpin kaum tani, Aus dan Khasraj, secara dramatis dipersaudarakan oleh Nabi dengan pemimpin kaum pebisnis Qurays melalui sistem ta’akhi.

Dan lebih dramatisnya lagi, Rasul ajukan tawaran perdamaian baru: Piagam Madinah, yang membuat semua orang terlibat perjanjian untuk saling melindungi. Pebisnis Yahudi, secara frontal kini satu eksosistem dengan pebisnis muda muslim. Dua cara bisnis, cara baru islam, dan cara lama Yahudi, bertarung di Pasar Madinah.

Rasul tahu, jalur dagang baru harus dibuka. Keamanan harus dijamin di jalur-jalur ini. Maka, tim-tim kecil Muhajirin, 3-300 orang, dikirim ke kabilah-kabilah nomaden dan suku di sekeliling Madinah untuk membuat mereka ikut tunduk di bawah alam politik baru yang disemai sang Rasul. Agar mereka tak berubah menjadi rampok dan begal.

Persatuan Madinah, melalui Piagam Madinah dan sistem persaudaraan membuat mereka yakin, bahwa dunia akan berubah. Segera, mereka tunduk, baik secara militer maupun tawar menawar bisnis. Stabilitas, terjadi.

Sekarang, jalur dagang baru telah lahir. Suku-suku itu mengamankan jalan kafilah dagang ke empat penjuru: Yaman, Benua Afrika, Benua Eropa, dan Benua Asia bagian Selatan dan Timur.

Pusatnya: Madinah. Revolusi Agraria segera terjadi. Para petani Aus dan Khasraj yang dipersaudarakan dengan pebisnis Quraisy muslim segera menunjukkan performa yang kuat. Pusat pasar bergeser. Pasar Yahudi yang monopoli, oligopoli, riba, segera binasa. Kalah dengan pasar modern islam yang adil. Yang sesuai dengan prinsip pemakmuran petani dan pebisnis.

Kemenangan Muslim pada Perang Badar beberapa bulan kemudian mengunci semuanya. Suku dan pebisnis luar Madinah yang ragu, suku Yahudi yang main aman, segera tunduk kepada Nabi. Segera menyatakan keberpihakan yang jelas kepada Madinah.

Lalu, dimulailah era Omnibus Law di Madinah: undang-undang agraria dibuat. Qaul Nabi tentang haramnya sistem ijon, haramnya membuat pasar bayangan dan mencegat pedagang di luar kota, atau haramnya mono serta oligopoli yang merongrong pasar, segera disiarkan. Pasar menjadi aman. Disrupsi berjalan cepat. Pebisnis Muhajirin dan Petani Anshar menjadi kaya bersama-sama.

Hukum itu, kemudian ditegaskan lagi dengan Undang-Undang Produk Halal melalui wahyu Allah pada surat Al-Maidah : 3, Undang-Undang Keuangan melalui Al-Baqarah : 275, serta Undang-Undang Hutang, Waris, serta dikukuhkan dengan ekspansi bisnis korporasi Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan lain sebagainya.

Undang-Undang Tanah lahir menyusul banyaknya tanah kosong yang harus diolah demi kemakmuran umat. Prinsip pengelolaan hasil bumi ditegaskan melalui aturan hasil panen. Itulah revolusi agraria Nabi!

Di sela-sela itu, muncul Undang-Undang Tenaga Kerja dan Profesi. Ini dijadikan “hukum positif” kalau dalam bahasa kita, “Bayarlah upah sebelum keringat hilang.” atau munculnya standar gaji yang jelas, bersaan dengan menguatnya ukhuwwah, dan juga mengikuti definisi kemiskinan yang berkonsekuensi pada jumlah fakir miskin yang ditanggung zakat.

Di luar itu semua, Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, serta Rasul tampil sebagai Aparat Hukum yang mengawal kepentingan disrupsi itu dengan tegas. Fathimah, puteri seorang bangsawan, mencuri. Tapi tangannya tetap dipotong. Tak bisa seorang bangsawan lepas dari jeratan hukum.

Kemudian, dengan stabilitas itu, Madinah tampil tiga puluh tahun kedepan sebagai pusat hukum, pusat militer, yang bahkan mampu membebaskan Palestina serta Persia.

Alkisah, saat Ibukota Persia ditaklukkan dan harta kerajaan dibawa ke Madinah, hamparan emas dan permata ditabur di depan Masjid Nabawi. Tapi, tak seorang petanipun mencurinya. Tak seorang pebisnispun memutarnya. Semua percaya kepada Negara, untuk membagikannya.

*
Hari ini, disrupsi agraria, omnibus law, atau integrasi antara pebisnis dan petani tak bakal bisa berjalan, karena memang mungkin ikatan antara pebisnis dan petani maupun pemilik lahan masihlah ikatan jahiliyah. Ikatan riba, ikatan monopoli, ikatan oligopoli, dan ikatan perbudakan atas nama UMR murah agar investor tak pergi.

Rakyat kehilangan kepercayaan pada negara, sebab HGU terus diberikan bagi lahan-lahan dengan melanggar hak rakyat. Di sekeliling mereka ada pabrik. Ada perusahaan hulu. Tapi kemakmuran tak terjadi.

Alih-alih ta’akhi atau persaudaraan, pebisnis pendatang dengan petani lokal memang sengaja dipisahkan dalam kelas-kelas tertentu, untuk menjamin adanya pekerja murah dan barang bagus. Agar korporasi tak kedodoran membayar upahnya. Agar petani itu tak tergerak mengelola lahannya sendiri di luar korporasi.

Alih-alih Piagam Madinah, yang ada adalah eksploitasi kaum tani untuk membenci segala sesuatu yang kota. Konflik, memang sengaja dibina, agar Korporasi dapat mengeruk segala sesuatu. Kerusuhan, sengaja dibuat untuk membuat sibuk para petani dan nelayan.

Hukum dan Kepastian Hukum tidak ditegakkan. Para petani dan pedagang kecil melihat dengan mata kepalanya sendiri Pebisnis yang membeli pemerintah daerah. Kepercayaan mereka sudah hilang. Mereka enggan datang menghadap penguasa kecuali dibayar. Mereka enggan memilih penguasa kecuali dibeli. Mereka tak butuh penguasa lagi kecuali sebatas peresmian dan hiburan.

Di titik semacam itulah, revolusi agraria adalah jawaban. Rakyat, sedang menunggu “Nabi” yang membongkar keadaan ini.

Rakyat merindukan dai yang mempersatukan petani melawan tengkulak. Rakyat merindukan dai yang mempersatukan pebisnis putih, demi melawan korporat hitam. Rakyat merindukan piagam perdamaian demi simbiosis antara kota dan desa. Rakyat rindu pembangunan yang mempersatukan. Yang cocok bagi kultur agraria, bukan yang instagrammable, bukan yang indah jika diunggah sebagai simbol kabupaten tani yang berubah jadi kota industri.

Rakyat, sedang merindukan agama yang mampu melepaskan orang dari penindasan pasar, tentara, polisi, korporat, atau bahkan oknum pemerintah daerah yang jahat.

Dan agama itu, adalah islam.

Sebab, Naskah Undang-Undang tidaklah penting, selama, itikad baik menegakkan keadilan dan membasmi penindasan, tidak diperlihatkan oleh negara.

Islam, adalah agama petani dan buruh yang mau melawan. Islam, adalah agama pebisnis yang mau mendisrupsi keadaan. Islam, adalah agama para pejabat dan aparat yang tegas menjaga hukum. Islam, adalah jawaban bagi penguatan Pancasila: Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia!

Artikel ini telah dibaca 24 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Pj Gubernur Miq Gita Buka Rakor Akhir Tahun GTRA, Inilah Pesannya!

1 Desember 2023 - 05:46 WITA

Open Donasi Palestina Diperpanjang Hingga 17 Desember 2023, NTB Bersholawat

30 November 2023 - 05:35 WITA

Konflik Kawasan Ale Belum Selesai, Warga Gapit Segel Kantor Desa

28 November 2023 - 08:23 WITA

DPW MIO NTB Gelar Rakerda Ke-II, Inilah Pesan Ketua dan Hasil Rakerwil

26 November 2023 - 05:33 WITA

DPW MIO NTB Gelar Ngos-ngosan, Memperkuat Kolaborasi dan Cerdas Menyambut Pemilu 2024

25 November 2023 - 13:34 WITA

Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi Resmi Melantik Bupati Perempuan Pertama Lombok Barat Hj. Sumiatun

13 November 2023 - 12:04 WITA

Trending di News