ERANTB.COM–Saya memiliki seorang teman yang tengah sibuk dengan tugas akhirnya di kampus. Ia sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan skripsinya. Ia mengerahkan semua tenaga dan kekuatannya agar skripsinya cepat rampung dan akhirnya ujian serta wisuda.
Berbagai suplemen ia beli agar ia kuat mengerjakan skripsinya. Ia siapkan secangkir kopi setiap malam untuk menemani dirinya agar kuat begadang untuk menegetik secara detail setiap sub bab dari skripsinya. Saya begitu kagum dengan kesungguhannya untuk bisa segera menyelesaikan tugas akhirnya (skripsinya).
Di saat saya menyaksikan kesungguhan dan usaha teman saya tersebut dalam menyelesaikan tuagas akhirnya. Maka di saat itu juga saya berpikir dan muncul pertanyaan,
“Jika untuk mengejar satu keberhasilan di dunia yang fana ini seorang manusia mengeluarkan seluruh tenaga dan kekuatannya hingga ia membeli suplemen, kopi, dan lain sebagainya agar bisa menyelesaikan tugasnya. Lalu bagaimana dengan kita dalam mengejar akhirat, ridha Allah, dan surga yang kekal abadi.”
Sudah seriuskah kita dalam mengejar dan mencari akhirat yang kekal abadi. Sudahkah kita mengerahkan segala kekuatan dan upaya untuk bisa mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi,,?
Bukankah para sahabat dulu sudah menunjukkan kepada kita bagaimana keseriusan mereka dalam mengejar akhirat dan ridhaNya Allah Swt. Hal ini tergambar dari hadits yang diriwayatkan oleh sahabat mulia Anas bin Malik R.A. bahwasanya Rasulullah Saw. memasuki masjid dan menemukan tali yang terpasang memanjang di antara dua tiang, kemudian Rasulullah Saw. bertanya,
ما هذا الحبل
“Tali apakah ini,,?”
Maka para sahabat menjawab,
هذا حبل لزينب فإذا فترت تعلقت به
“Tali ini dipasang oleh Zainab, jika dia merasa letih (dalam shalat) ia berpegangan dengan tali itu.”
Maka Rasulullah Saw. bersabda,
حلوه ليصل أحدكم نشاطه فإذا فتر فليرقد
“Lepaskanlah tali itu. Seseorang di antara kalian hendaknya shalat dalam keadaan segar, bila ia merasa letih hendaklah tidur saja’.” (Muttafaq ‘alaih)
MasyaAllah terlepas dari Rasulullah Saw. melarang memaksakan ibadah seperti dalam kisah di atas. Tapi pelajaran yang bisa kita ambil dalam hadits di atas adalah bagaimana semangat dan usaha keras para sahabat dan sahabiyah dalam beribadah kepada Allah Swt. Bisa kita bayangkan saat sahabaiah Zainab kelelahan dalam ibadah shalat maka ia mempersiapkan tali tempatnya berpegangan. Lalu bagaimana dengan kita,,? Usaha apa yang telah kita lakukan agar kita kuat dalam beribadah hingga bisa meraih ridha dan surga-Nya Allah Swt.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh sahabat mulia Anas bin Malik R.A.
beliau berkata: Ada tiga orang pemuda mendatangi rumah para istri Nabi Saw. lalu bertanya tentang ibadahnya Nabi Saw. Setelah mereka diberi tahu tentang ibadahnya Nabi, Maka mereka seolah-olah menggangap ibadah nabi Saw. sedikit. dan mereka berkata: Dimanakah kita dari kedudukan Nabi Saw.? Allah telah mengampuni dosa beliau yang terdahulu maupun yang akan datang.
Kemudian salah seorang dari mereka berkata:
أما أنا فإني أصلي الليل أبدا
“Adapun aku maka akan shalat malam sepanjang malam selamanya.”
Kemudian yang kedua berkata,
أنا أصوم الدهر ولا أفطر
“Aku akan berpuasa sepanjang waktu dan tidak akan berbuka.”
Kemudian yang ketiga berkata,
أنا أعتزل النساء فلا أتزوج أبدا
“Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya.”
Selang beberapa saat Rasulullah Saw. datang dan berkata kepada mereka,
أنتم الذين قلتم كذا وكذا؟ أما والله إني لأخشاكم لله وأتقاكم له، لكني أصوم وأفطر وأصلي وأرقد وأتزوج النساء فمن رغب عن سنتي فليس مني) أخرجه الشيخان
“Apakah kalian yang mengatakan ini dan itu? Adapun aku, maka demi Allah adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa, namun juga berbuka. Dan aku shalat malam, namun aku juga tidur. Dan aku menikahi perempuan-perempuan. Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka dia bukan dari golonganku. (HR. Bukhari dan Muslim)
MasyaAllah lihatlah keseriusan para sahabat dalam meraih ridha dan surga-Nya Allah Swt. mereka berniat dan berusaha memaksimalkan kemampuan mereka. Dan yang lebih menakjubkan lagi, mereka harus diminta untuk menurunkan tensi dan semangat ibadah mereka, karena tubuh mereka, keluarga mereka, dan orang-orang terdekat mereka juga memiliki hak atas mereka. Sungguh, kesungguhan yang sulit kita tandingi. Sekali lagi bagaimana dengan kita,,? Sudah seserius apa kita dalam mencari ridha dan surga-Nya Allah yang selalu kita minta dalam shalat kita. Dan sudahkah kita memantaskan diri untuk meraih ridha Allah Azza wa Jalla tersebut.
Dalam hadits yang lain juga disebutkan bagaimana kesungguhan sahabat mulia Abu Darda’ yang sampai harus dipaksa oleh sahabat mulia Salman untuk mengurangi tensi ibadahnya karena istri dan tubuhnya memiliki hak atas dirinya.
Hal ini disebutkan dalam kitab Riyadusshalihin pada hadits ke 149 yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Juhaifah,
Bahwasanya Nabi Saw. mempersaudarakan Salman al-Farisi dan Abu DardaR.Anhuma.” Setelah itu Salman R.A. pun pergi mengunjungi Abu Darda
R.A.
Tatkala Salman sampai di rumah Abu Darda’, Dia melihat Ummu DardaR.A yang merupakan istrinya Abu Darda' memakai pakaian yang lusuh, tidak berhias layaknya seorang wanita dan seorang istri. Salman R.A. yang melihat kondisi Ummu Darda' seperti itu lantas bertanya kepadanya, “Wahai Ummu Darda
, kenapa engkau berpakaian seperti itu?” Ummu DardaR.A. kemudian menjawab, “Saudaramu Abu Darda
R.A. sedikit pun tidak berhajat kepada dunia, jadi buat apa aku berhias, menggunakan pakaian yang bagus dan lain-lain. Di siang hari dia berpuasa dan di malam hari dia selalu shalat malam.” Sehingga ia tidak akan ada waktu untuk istrinya dia hanya sibuk beribadah kepada Allah Swt.
Selang beberapa saat kemudian datanglah Abu DardaR.A. dan menghidangkan makanan kepada Salman seraya berkata, “Makanlah (wahai saudaraku), sesungguhnya aku sedang berpuasa” Salman R.A. yang mendengar hal tersebut lantas menjawab, “Aku tidak akan makan hingga engkau ikut makan wahai Abu Darda'” Lantas Abu Darda
R.A. pun ikut makan.
Tatkala malam telah tiba, Abu DardaR.A. pergi untuk mengerjakan shalat malam. Akan tetapi, Salman R.A. menegurnya dengan mengatakan, “tidurlah (istirahatlah dulu)” dan dia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak shalat, dan Salman R.A. berkata lagi kepadanya, “tidurlah.” Abu Darda' pun tidur lagi (mungkin mulai kesal dengan tamunya ini karena dia sudah membuat Abu Darda' membatalkan puasanya dan meminta dia untuk menunda shalat malam). Ketika sepertiga malam sudah tiba, maka Salman R.A. berkata kepada Abu Darda
R.A , “Wahai Abu Darda, sekarang bangunlah”. Maka keduanya pun mengerjakan shalat” Setelah selesai shalat, Salman R.A. berkata kepada Abu Darda
, “ (Wahai Abu Darda) sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka.” Mengalami hal yang tidak menyenangkan dari tamunya Salman Radhiyallahu 'anhu, Abu Darda
R.A. mendatangi Rasulullah Saw. untuk menceritakan pengalamannya tersebut. Abu Darda’ pun menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi Saw. Nabi Saw. menjawab, “SALMAN BENAR”.
MasyaAllah seperti itulah keseriusan dan semangat para sahabat dulu, untuk ibadah mereka HARUS dipaksa untuk MENGURANGI ibadahnya. Sedangkan kita dipaksa untuk ibadah karena tidak ibadah-ibadah.
Rasulullah Saw. juga telah mencontohkan kepada kita, bagaimana kesungguhan beliau dalam meraih ridha Allah Swt. dengan beribadah sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang telah Allah Swt. berikan kepada beliau. Hal ini tergambar dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah R.A., berkata,
كَانَ النبيُّ – صلى الله عليه وسلم – يَقومُ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفطَّرَ قَدَمَاهُقَدَمَاهُ
“Bahwasanya Nabi Saw. shalat malam sampai pecah kaki beliau”
Dan ketika Aisyah R. A. melihat hal tersebut (karena dirasa sudah berlebihan sampai kaki beliau pecah) maka Ummul Mukminin berkata,
لِمَ تَصْنَعُ هَذَا، يَا رَسُولَ الله، وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأخَّرَ؟
“Kenapa engkau melakukan ini wahai Rasulullah,,? Bukankah dosa-dosamu yang telah lalu sudah diampuni, bahkan dosamu yang akan datang pun telah diampuni”
Jadi Ummul Mukminin seakan berkata “Ya Rasulullah kenapa engkau memaksakan diri untuk shalat malam sepanjang dan selama itu, sampai kaki mu pecah/retak, bukankah dosamu juga sudah diampuni, baik dosa yang telah engkau lakukan dan yang belum engkau lakukan,,?
Maka Rasulullah Saw. kemudian memberikan jawaban yang tidak bisa dibantah oleh Ummul Mukminin Aisyah R. A.
قَالَ :أفَلاَ أكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
Rasulullah Saw. berkata, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?”
Dan seperti itulah keseriusan Rasulullah Saw. dan para sahabat dalam meraih ridhanya Allah dan surga yang di dalamnya tidak ada lagi rasa sedih dan letih apalagi gundah-gulana. Lalu bagaimana dengan kita?. Kalaupun kita belum bisa menyamai keseriusan dan kesungguhan para sahabat dalam beribadah, paling tidak kita tingkatkan keinginan dan niat kita dalam beribadah kepada Allah Swt. Bukankah Allah Swt. akan memberikan hidayah kepada orang-orang yang memiliki keinginan yang tinggi dalam mencari dan menggapai ridha Allah Swt. Hal ini sebagaimana firmanNya dalam al Quran surat Al – Ankabut ayat 69,
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”
Ampenan, 9 Oktober 2020
SIBAWAE (Abu Hauro’)