Menu

Mode Gelap
 

Nasional · 10 Nov 2021 12:17 WITA ·

PP PNBP, Nelayan Harus Bayar Sebelum Berlayar, Johan “Tegur” KKP


 PP PNBP, Nelayan Harus Bayar Sebelum Berlayar, Johan “Tegur” KKP Perbesar

ERANTB.COM — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, H. Johan Rosihan, ST menyoroti adanya pungutan hasil perikanan yang bakal memberatkan dan merugikan nelayan kecil, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 85 tahun 2021 tentang Jenis dan tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Selasa (11/12).

Menurut Johan, walaupun pemerintah menargetkan realisasi PNBP sektor perikanan tangkap mencapai Rp 1,67 Triliun pada tahun 2022, namun untuk memenuhi target tersebut.

Johan meminta harus ada klasifikasi khusus dan detail terkait siapa saja (objek PNBP) yang akan terkena kenaikan pungutan PNBP tersebut.

“Saya minta Nelayan kecil tidak boleh menjadi korban dari aturan kebijakan tersebut,” tegasnya.

Politisi PKS ini melihat pada perhitungan pungutan PNBP dalam PP 85 tahun 2021 memiliki skema yang sedikit berbeda dengan PP 75 tahun 2015 khususnya terkait Harga Patokan Ikan yang selama ini masih menggunakan Permendag No.13/2011 tentang Penetapan Harga Patokan Ikan (HPI).

“Kenaikan tarif yang bervariasi pada berbagai jenis layanan ini sangat memberatkan nelayan kita mengingat jumlah tangkapan dan produktivitas dari nelayan kita yang terus turun setiap tahun,” ujarnya.

Johan juga mempertanyakan berubahnya definisi nelayan kecil yang dulu ada batasan ukuran Gross Tonnase (GT). Menurutnya kategorisasi nelayan kecil berdasarkan GT perlu dilakukan agar memudahkan nelayan kecil mendapatkan hak perlindungan dari Negara.

“Pemerintah harus memastikan serta menjamin dampak yang bisa ditimbulkan dari naiknya pungutan PNBP khususnya bagi nelayan kecil,” tandas Johan.

Dalam PP tersebut mengatur pungutan Hasil Perikanan Praproduksi dikenakan kepada Pelaku Usaha Perikanan Tangkap yang mengajukan permohonan perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan baru atau perpanjangan dan diberikan pelabuhan pangkalan yang belum memenuhi syarat penarikan pascaproduksi.

Berdasarkan hal ini, Johan meminta KKP untuk membatasi secara detail terkait syarat-syarat usaha perikanan yang hanya dikenai pungutan praproduksi.

Wakil rakyat dari dapil NTB ini melihat dengan adanya pajak pungutan diawal akan semakin memberatkan para nelayan untuk mempersiapkan aktivitas penangkapan ikan bahkan akan berhenti melakukan penangkapan ikan.

“Jenis pungutan ini sangat merugikan nelayan karena harus membayar sebelum berlayar,” ujar Johan.

Legislator yang berasal dari Pulau Sumbawa ini menegaskan bahwa para nelayan telah banyak kesulitan dan menyampaikan aspirasinya bahwa mereka tidak setuju dengan jenis pungutan pra produksi yang didasarkan atas asumsi hasil tangkapan ikan maksimal, padahal dalam kenyataan nelayan dihadapkan pada banyak persoalan seperti faktor cuaca, dan lain-lain sehingga mereka berpotensi mengalami kerugian yang besar.

“Saya minta pemerintah meninjau ulang perhitungan indeks tarif PNBP ini sebab adanya potensi beban yang berat bagi usaha perikanan nasional dan berdampak merugikan nelayan kecil, saat ini mestinya sumberdaya perikanan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat kelautan perikanan,” demikian tutup Johan Rosihan.

Artikel ini telah dibaca 91 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Polemik Anggaran Media: Gubernur Jabar Dikritik Abaikan Fungsi Jurnalisme

30 Juni 2025 - 06:50 WITA

Wamen Fahri Hamzah Dorong Revolusi Energi-Pangan dari Tiu Suntuk

11 Juni 2025 - 09:02 WITA

Kisruh Izin Lingkungan, Pembangunan SPBU Shell Dihentikan Sementara

10 Juni 2025 - 16:45 WITA

Tak Diberi Akses Wawancara, Surya Ghempar Kecam Sikap Mendagri dan Gubernur

5 Juni 2025 - 00:24 WITA

Wamen Fahri: Koperasi Merah Putih Akan Dilibatkan dalam Program Renovasi Satu Juta Rumah

4 Juni 2025 - 16:00 WITA

Rakor Fornas, Gubernur NTB: Perhelatan Menjadi The World Biggest Sport Event

1 Juni 2025 - 21:04 WITA

Trending di Nasional