ERANTB.COM– Lima hari sudah Ramadhan pergi meninggalkan kita. Dan memang seperti itulah hakikat dari kehidupan, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Ramdhan merupakan bulan yang selalu dirindukan oleh kaum Muslimin. Banyak hal yang membuat rasa rindu muncul kepada Ramadhan. Mulai dari ibadah yang meningkat, kebersamaan dalam kebaikan, janji ampunan dari Sang Khaliq, malam yang lebih baik dari seribu bulan, bahkan sampai budaya mudik di negeri tercinta, Indonesia. Tidak ada yang salah dari itu semua. Karena seperti itulah sejatinya perpisahan. Selalu menyakitkan, he
Imam Ibnu Rojab Al Hambali menyampaikan dalam kitabnya Latooiful Maarif,
“Bagaimana bisa seorang mukmin tidak meneteskan air mata ketika berpisah dengan Ramadhan, sedangkan ia tidak tahu apakah masih ada sisa umurnya untuk berjumpa lagi.
“Hati orang-orang yang bertakwa mencintai bulan ini, bersedih karena pedihnya berpisah dengannya”
ياشهر رمضان ترفق، دموع المحبين تُدْفَق، قلوبهم من ألم الفراق تشقَّق
“Wahai bulan Ramadan, mendekatlah, berderai air mata para pencintamu, terpecah hati mereka karena perihnya berpisah denganmu.”
“Semoga perpisahan ini mampu memadamkan api kerinduan yang membakar. Semoga masa bertaubat dan berhenti berbuat dosa mampu memperbaiki puasa yang ada kurangnya, Semoga yang terputus dari rombongan orang yang diterima amalannya dapat menyusul.
“Semoga tawanan dosa-dosa bisa terlepaskan. Semoga orang yang seharusnya masuk neraka bisa terbebaskan. Dan semoga rahmat Allah bagi pelaku maksiat akan menjadi hidayah taufik.”
Demikianlah kesedihan orang-orang yang sejatinya beruntung di bulan Ramadhan. Mereka bersedih karena merasa masih belum maksimal dalam mengoptimalkan ibadah mereka di bulan Ramadhan. Mencari ampunan, beribadah semaksimal mungkin untuk bertemu malam Lailatul Qodar, sehingga mereka qiyamul lail hingga fajar subuh menyingsing, tilawah Al Quran hingga rasa jemu menjadi bosan untuk hadir melawan kesungguhan mereka. Menikmati kalam ilahi hingga khatam dalam satu malam. Seperti itulah kondisi orang-orang yang bersedih ditinggalkan Ramadhan.
Jika seperti itu kondisi orang-orang yang beruntung pada bulan Ramadhan. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang merugi di hari-hari dan malam-malam dari bulan Ramadhan. Tidak akan bermanfaat tangisan orang-orang yang lalai pada bulan Ramadhan. Sungguh telah besar musibah yang menimpa mereka. Berapa banyak nasihat yang disampaikan orang-orang miskin yang mereka tolak nasihatnya. Betapa banyak seruan kebaikan yang tidak mereka jawab seruannya. Hingga tiba waktu dimana penyesalan tidak akan memberikan manfaat dan waktu untuk merevisi kebaikan sudah tidak ada lagi.
Kini Ramadhan telah berlalu…….
Namun, meski Ramadhan telah berlalu
Sejatinya seorang mukmin tidak akan berhenti beramal sampai ajal mendatanginya. Karena Allah Swt. tidak menjadikan pemutus amal kecuali hanya kematian.
وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (Q.S. Al Hijr:99)
Dan bukankah kita ini hamba Allah Swt. bukan hamba Ramadhan. Maka meski Ramadhan telah berlalu, tapi Allah Swt. tetaplah hidup dan tidak akan pernah mati.
Maka tepatlah perkataan para ulama’ yang mengutip perkataan Abu Bakar Radiyallahu ‘Anhu saat Rasulullah Saw. wafat dengan sedikit merubah konteksnya.
فمن كان يعبد رمضان فإن رمضان قد فات ومن كان يعبد الله فإن الله حى لا يمـوت
“Barang siapa yang menyembah Ramadhan, maka Ramadhan telah berlalu. Barang siapa menyembah Allah Swt. maka Allah Swt. tetap hidup dan tidak akan pernah mati.”
Imam Ibnu Rojab Menyatakan,
المحب لا يمل من التقرب بالنوافل إلى مولاه، ولا يأمل إلا قربه ورضاه (ابن رجب ,لطائف المعارف )
“Sang Kekasih tidak akan pernah jemu mendekat kepada Rabbnya dengan nawafil (amalan sunnah). Dan sang kekasih hanya mengharapkan kedekatan dan keridhaan kekasihnya (Rabbnya).”
Semoga Allah Swt. selalu memberikan taufiknya kepada kita semua. Agar semangat ibadah kita terus berlanjut di sebelas bulan setelah Ramadhan berlalu.